SINGA DEPOK
PERSEMBAHAN KELUARGA BESAR KONTINGEN POPDA SD TAHUN 2016
DISTRIK MAJENANG
(DAYEUHLUHUR, WANAREJA, MAJENANG, CIMANGGU, KARANG PUCUNG)

Dimainkan oleh Pendidik dan Tenaga Kependidikan serta siswa-siswa UPT Disdikpora Kecamatan Dayeuhluhur, dengan formasi:
1.    Lengser                                  :   1 orang guru
2.    Pengusung Tandu                 :   4 orang Guru dan 4 siswa SD
3.    Penari Pengiring                    : 10 siswi SD
4.    Penabuh/pemain music        :   3 orang guru dibantu siswa-siswa SD
5.    Juru Kawih                            :   3 orang Ibu Guru

A.    Cerita Singkat
·         Sisingaan diciptakan sekitar tahun 1975 oleh para seniman sunda, diilhami dari cerita serial reog di Jawa Timur tersebut yang di bawa oleh kaum urban dari Ponorogo ke Subang, yang menceritakan suka cita perjalanan para pengawal raja Singa Barong dari kerajaan Lodaya saat menuju kerajaan Daha. Meskipun sang raja terkenal bengis dan angkuh, tetapi para pengawal selalu setia memikul tandu yang ditiduri oleh Raja Singa Barong.
·         Kesenian ini mempunyai ciri khas atau identitas sepasang patung sisingaan atau binatang yang menyerupai singa sebagai lambang perlawanan rakyat Indonesia (saat itu) terhadap kesewenangan Belanda yang di gambarkan sebagai sosok singa pada lambang VOC, Hal ini bertujuan sebagai edukasi pembelajaran sejarah yang menenangkan bagi para pelajar.
·         Seiring dengan perkembangan zaman, kesenian Sisingaan (Singa Depok) yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Subang Jawa Barat. masuk dan menyebar ke seluruh masyarakat Priangan Timur bahkan membias ke Kecamatan Dayeuhluhur yg masyarakatnya dipengaruhi kultur budaya Sunda termasuk Sisingaan (Singa Depok).
·         Mengalami beberapa perubahan, baik dari bentuk patung sisingaan, waditra, busana, dan fungsi sisingaan. Sehingga bisa dikatakan bahwa kesenian ini juga bersifat dinamis, mengikuti perkembangan zaman, dan menyesuaikan dengan perubahan zaman.
·         Pertunjukan Sisingaan pada dasarnya dimulai dengan tetabuhan musik yang dinamis. Lalu diikuti oleh permainan Sisingaan oleh penari pengusung sisingaan, lewat gerak antara lain: pasang/kuda-kuda, bangkaret, masang/ancang-ancang, gugulingan, sepakan dua, langkah mundur, kael, mincid, ewag, jeblag, putar taktak, gendong singa, nanggeuy singa, angkat jungjung, ngolecer, lambang, pasagi tilu, melak cau, nincak rancatan, dan kakapalan. sebagai seni helaran, sisingaan bergerak terus mengelilingi kampung, desa, atau jalanan kota. Sampai akhirnya kembali ke tempat semula. Di dalam perkembangannya, musik pengiring lebih dinamis, dan melahirkan musik Genjring Bonyok dan juga Tardug.

B.    Pertunjukan atau Penyajian Sisingaan
Kesenian sisingaan merupakan bentuk ekspresi jiwa masyarakat “Sunda” yang sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis alam, hasrat, dan emosi. Hal tersebut berkaitan erat dengan unsur sisingaan yang terdiri dari unsur tari (koreografi), unsur waditra (karawitan), dan sinden (juru kawih), serta unsur seni rupa dan busana pengusung.
1.     Unsur Tari
Pengusung sisingaan harus memiliki kekompakan, keseragaman gerak, dan keluwesan dalam menari untuk memberikan tampilan keindahan yang menarik. Unsur tari sisingaan terdiri dari tiga bagian yakni:
a.     Naekeun, yakni gerak tari yang pertama kali dilakukan untuk mengangkat anak/orang yang mempunyai acara ke atas sisingaan (lambang generasi muda yang siap menghadapi tantangan).
b.    Helaran, yaitu pergelaran/pagelaran yang dilakukan dengan cara berkeliling, atau sesuai dengan rute jalan yang telah ditentukan.
c.     Atraksi/demonstrasi, merupakan variasi gerak dan tari pada sisingaan yang dilakukan untuk lebih menyemarakkan dan mempunyai daya tarik.

2.     Unsur Waditra (karawitan) dan Sinden (Juru Kawih)
Unsur waditra atau karawitan yang digunakan dalam sisingaan semakin berkembang, hal ini karena adanya pengaruh serta kreativitas seniman dalam memainkan alat musik. namun tidak mengubah ciri khas dalam karawitan sisingaan, karena para seniman masih berpegang pada tradisi dan aturan-aturan (tetekon) sisingaan.
Waditra yang dipergunakan antara lain:
a.     Satu buah gendang indung yang berfungsi untuk memberikan tekanan irama musik.
b.    Satu buah gendang kemprang yang berfungsi untuk mengatur irama musik.
c.     Dua buah kulanter yang berfungsi untuk mengatur tempo dan satu lagi dipukul diakhir kenongan.
d.    Satu buah goong yang berfungsi untuk mengakhiri wiletan.
e.     Satu buah kempul yang berfungsi untuk mengisi irama.
f.     Tiga buah bonang atau ketuk yang berfungsi untuk mengisi ketukan.
g.    Satu buah terompet yang berfungsi sebagai melodi dan mewakili lagu.
h.     Satu buah kecrek berfungsi untuk mempertegas tekanan irama.
Dengan waditra atau karawitan tersebut, maka sisingaan bisa memainkan musik penca dan jaipong. Sehingga kedua jenis musik tadi dijadikan standar kesenian sisingaan. Juru kawih atau sinden merupakan penyanyi yang membawakan lagu dalam sisingaan. Juru kawih biasanya seorang perempuan yang memiliki suara merdu. Sedangkan lagu-lagu yang dibawakan antara lain: kesenian sisingaan,awi ngarambat, kembang beureum, buah kawung, arang-arang, siuh, senggot, sinur, tumbila diadu boksen, kulu-kulu sadunya, gondang.

3.    Unsur Seni Rupa dan Busana Pengusung
·         Unsur seni rupa yang terdapat pada sisingaan semakin hari semakin berkembang, ke arah yang lebih baik. Ukuran, bentuk muka sisingaan, mimik muka, mulut dengan memperlihatkan taringnya yang tajam lebih menyerupai Singa aslinya. Pewarnaan menggunakan cat juga semakin cemerlang dan menarik.
·         Pada masa lalu busana pemain sangat sederhana, dan tidak seragam. sementara saat ini pakaian sudah diperhitungkan nilai estetisnya, seperti pada baju kampret, celana pangsi, iket, ikat pinggang, sepatu, kaos kaki.

C.    Fungsi Sisingaan (Singa Depok)
Pada awal terbentuknya kesenian sisingaan terbatas hanya untuk sarana hiburan pada saat anak dikhitan, dengan cara melakukan helaran keliling kampung. Namun pada saat ini kesenian sisingaan mempunyai fungsi yang beragam antara lain untuk prosesi penyambutan tamu terhormat, dengan jalan naik di atas sisingaan. Fungsi lain yakni untuk menyambut atlit yang berhasil memenangkan suatu pertandingan, bisa ditampilkan secara eksklusif berdasarkan permintaan.
D.    Pemaknaan
·         Makna sosial, rasa memiliki dari setiap jenis seni rakyat yang muncul.
·         Makna teatrikal, dengan penampilan berbagai variasi gerakan.
·         Makna komersial, mampu meningkatkan kesejahteraan.
·         Makna universal, dalam setiap etnik dan bangsa seringkali dipunyai pemujaan terhadap binatang Singa (terutama Eropa dan Afrika), meskipun di Jawa Barat tidak terdapat habitat binatang Singa, namun dengan konsep kerkayatan, dapat saja Singa muncul bukan dihabitatnya, dan diterima sebagai miliknya, terbukti pada Sisingaan.
·         Makna Spiritual, dipercaya oleh masyarakat untuk keselamatan (selamatan) atau syukuran.


================================================


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SDN Dayeuhluhur 01: PERUBAHAN PROFIL SDN DAYEUHLUHUR 01